MATALENSAINDONESIA, Jakarta – Ahmad Sahroni, anggota DPR RI Fraksi Partai Nasdem, menjadi bulan-bulanan publik usai pernyataannya yang menyebut desakan pembubaran DPR sebagai sikap “orang tolol sedunia” viral di media sosial. Ucapan itu bahkan disebut-sebut menjadi salah satu pemicu demonstrasi besar-besaran di berbagai daerah.
Tak hanya itu, diaspora Indonesia di Denmark, Salsa Erwita, sempat menantang Sahroni untuk berdebat. Namun, tantangan itu ditolak oleh Sahroni.
Di tengah sorotan publik, Sahroni dimutasi dari jabatan Wakil Ketua Komisi III DPR menjadi anggota Komisi I DPR. Keputusan itu tertuang dalam surat resmi yang ditandatangani Ketua Fraksi Nasdem DPR, Viktor Bungtilu Laiskodat, pada Jumat (29/8/2025).
Meski demikian, Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Hermawi Taslim, membantah mutasi ini terkait dengan pernyataan kontroversial Sahroni. “Rotasi biasa saja. Tidak ada pencopotan, hanya penyegaran,” kata Hermawi kepada Kompas.com.
Perbedaan Tugas Komisi III dan Komisi I DPR
Sebelumnya, Sahroni berada di Komisi III DPR RI yang membidangi hukum, hak asasi manusia (HAM), dan keamanan negara. Ruang lingkup kerjanya antara lain:
-
Legislasi: menyusun dan membahas RUU terkait hukum, HAM, dan keamanan.
-
Anggaran: membahas APBN terkait mitra kerja seperti Polri, Kejaksaan, KPK, dan BNN.
-
Pengawasan: memantau kinerja aparat penegak hukum serta penegakan HAM.
Kini, Sahroni bergabung ke Komisi I DPR RI, yang fokus pada pertahanan, hubungan luar negeri, komunikasi dan informatika, serta intelijen. Tugas utamanya mencakup:
-
Membahas legislasi di bidang pertahanan dan hubungan luar negeri.
-
Mengawasi anggaran serta kebijakan pertahanan dan diplomasi.
-
Melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) untuk sejumlah jabatan strategis, seperti Panglima TNI, duta besar, dan pimpinan lembaga intelijen.
Apa yang Berubah?
Mutasi ini menggeser fokus kerja Sahroni dari isu hukum dan HAM ke isu strategis yang berhubungan dengan pertahanan negara, diplomasi internasional, teknologi komunikasi, serta intelijen.
Artinya, posisi barunya akan lebih banyak bersentuhan dengan hubungan luar negeri Indonesia, isu pertahanan dan keamanan global, serta pengawasan lembaga intelijen, bukan lagi pada ranah penegakan hukum dalam negeri.
